Merebaknya wabah  coronavirus jenis 2019-nCoV di Wuhan China yang  sampai artikel ini ditulis sudah menginfeksi hampir 10.000 orang dan menimbulkan  korban jiwa lebih dari 213 orang mengundang ilmuwan diseluruh dunia bekerja keras untuk menemukan bagaimana cara mencegah atau mengobati  virus tersebut. Di media elektronik termasuk media sosial maupun cetak informasi mengenai cara penyebaran, gejala, asal muasal sampai bagaimana mencegah supaya tidak tertular sudah banyak kita dengar. Sementara penyebaran virus terus berlangsung dan korban terus berjatuhan dalam hitungan hari bahkan jam. Dalam artikel singkat ini penulis ingin menyampaikan informasi mengenai pengembangan vaksin coronavirus 2019-nCoV dan obat apa yang dipakai.

Penyakit infeksi yang banyak ditangani oleh dunia medis adalah infeksi karena bakteri dan virus. Infeksi karena bakteri bisa di sembuhkan dengan antibiotik dan bisa dicegah dengan vaksinasi namun semua infeksi bakteri sejauh ini berhasil di obati dengan antibiotik. Vaksinasi untuk infeksi bakteri tidak banyak ada beberapa yang populer misalnya vaksinasi typoid untuk penyakit tipus dan vaksinasi BCG. Jadi prioritas penangan infeksi bakteri adalah dengan pemberian antibiotik bukan dengan vaksinasi. Sementara infeksi karena virus bisa dikatakan sulit sekali di obati, artinya belum ada obat yang bisa membunuh virus seperti halnya antibiotik membunuh bakteri. Contoh sederhana saja virus demam berdarah atau dengue, sampai saat ini belum ada obat yang bisa membunuh virus  tersebut. Bahkan vaksin dengue juga belum ada. Jadi virus demam berdarah belum bisa divaksinasi dan belum bisa di obati, sehingga  kalau ada orang terkena dengue maka dilakukan upaya medis yang lain misalnya pemberian infus untuk menggantikan kehilangan cairan.

Sejauh ini ilmuwan sudah banyak membuat vaksin untuk mencegah infeksi virus misalnya vaksin influenza, vaksin cacar, vaksin gondong dan sebaginya. Hanya obat spesifik yang memuaskan belum ada. Untungnya orang yang pernah terinfeksi virus pada umunya akan membentuk kekebalan sehingga terhindar dari infeksi berikutnya misalnya orang yang terinfeksi virus cacar air (varicella) akan kebal. Beda dengan bakteri, virus akan menyerang dengan mengenal musim, sehingga kita sering mendengar serangan virus influenza, virus gondong, virus demam berdarah pada saat tertentu, untuk kemudian serangan tersebut hilang lalu timbul lagi di musim berikutnya. Sementara infeksi bakteri boleh dikatakan tidak mengenal musim tetapi lebih disebabkan karena perilaku tidak sehat dari individu misalnya tidak menjaga kebersihan akan terserang diare.

Coronavirus jenis MERS Dan SARS mempunyai angka kematian tinggi, MERS mempunyai angka kematian 35%  dan SARS 10%  bandingkan dengan virus influenza yang hanya 0,1 % angka kematiannya.  2019-nCoV yang juga jenis coronavirus tentunya bisa diprediksi mempunyai angka kematian tinggi (kalau dilihat dari angka diatas 2%).

Jadi selain manajemen pencegahan penyebaran coronavirus 2019-nCoV sekarang yang ditunggu adalah adanya vaksin corona virus.   Ilmuwan memperkirakan proses pembuatan vaksin coronavirus 2019-nCoV memerlukan waktu  dalam hitungan bulan jadi tidak bisa instan karena pembuatan vaksin akan melalui uji keamanan terhadap hewan terlebih dahulu  (uji preklinik) dan uji keamanan terhadap manusia (uji klinik) yang dilakukan dalam 3 tahap lalu  baru dibuat dan diproduksi masal. Vaksin sendiri dibuat dengan mengambil  dan mengisolasi  virus kemudian  dilemahkan sehingga virus tersebut tidak  dapat membelah diri  dengan sempurna atau bahkan sama sekali tidak mampu membelah diri. Kondisi ini bisa dikatakan virus sudah dilemahkan dan ketika di berikan ke orang sehat tidak cukup kuat untuk menimbulkan infeksi tapi justru menstimulasi individu untuk memproduksi zat kekebalan atau antibodi. Antibodi ini akan mencegah infeksi secara spesifik terhadap virus tersebut jadi satu spesies virus hanya spesifik di antisipasi satu vaksin.  Perkembangan terakhir saat ini ilmuwan di Melbourne di Australia berhasil mengisolasi dan “menumbuhkan” vaksin coronavirus 2019-nCoV, dan segera membagikan sampel vaksin tersebut ke WHO dan laboratorium diseluruh dunia agar proses pembuatan vaksin secara paralel dan simultan dilakukan seluruh dunia.  Jadi masih ada beberapa tahap lagi sebelum bisa digunakan termasuk uji preklinik dan uji klinik. Akan kita tunggu ilmuwan dari negara mana yang menang “perlombaan” membuat vaksin.

Lalu bagaimana dengan pembuatan obatnya? Pembuatan  obat jauh lebih panjang prosesnya dibanding pembuatan vaksin. Mengapa? Karena perbedaannya pembuatan obat melalui proses sintesis dulu sementara pembuatan vaksin tidak. Proses sintesis ini  ini yang bisa jadi memakan waktu lebih  lama dibanding “sintesis” vaksin. Sampai sekarang obat spesifik untuk coronavirus MERS dan SARS juga belum ada sementara wabah bisa jadi  sudah keburu tenggelam. Untuk sementara ini di China sendiri pasien coronavirus 2019-nCoV diobati dengan 2 macam obat untuk virus  HIV, yaitu lopinavir dan ritonavir. Dua obat tersebut merupakan obat antiretroviral golongan protease inhibitor yaitu obat yang bisa mencegah aktifitas enzim protease suatu enzim yang digunkan untuk pembelahan diri virus (HIV) dan diharapkan juga bisa untuk  coronavirus 2019-nCoV. Obat-obat ini  diberikan secara kombinasi dan dikabarkan  memiliki keuntungan klinis substansial.Obat ini pernah dipakai untuk mengobati SARS yang menjadi wabah tahun 2003 yang lalu.

 

Ditulis Oleh : Muh. Husnul Khuluq, M. Farm, Apt.